Avatar

Jumat, 19 Februari 2010

PARADIGMA BARU SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Beberapa hal yang melatarbelakangi perubahan sistem pengelolaan keuangan Negara antara lain : (1) Amandemen keempat UUD NKRI 1945 (2) UU 23/2003 tentang Pemilihan Presiden (3) UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (4) Reformasi pengelolaan Keuangan Negara : UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU 15/2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, (5) UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, (6) UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (7) PP 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Perubahan yang cukup revolusionir bagi pemerintah daerah terdapat pada pasal 6 ayat (1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan ayat (2) kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1): huruf c. diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan;. Dengan demikian Kepala Daerah mempunyai otoritas penuh terhadap APBD dalam hal menyusun dan merencanakan, membahas, menetapkan, melaksanakan serta mempertanggungjawabkan.

Tujuan dan desain utama pengelolaan keuangan daerah : Mempertajam esensi sistem penyelenggaraan pemerintahan Daerah dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, Memperjelas distribusi kewenangan (distribution of authority) dan memperjelas derajat pertanggungjawaban (clarity of responsibility) pada level penyelenggaraan pemerintahan Daerah di bidang pengelolaan keuangan daerah.
Spirit Utama Penyempurnaan : Peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah, Memperjelas distribution of authority dan level of responsibility antar tingkat pemerintahan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan keuangan daerah, Adanya pergeseran dari sentralistik ke desentralistik dalam pengelolaan keuda (adanya pelimpahan kekuasaan sebagian atau seluruhnya dari pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah kepada pejabat pengelola keuangan daerah dan pengguna anggaran), Mempertimbangkan kapasitas SDM, infrastruktur, dan pengembangan teknologi.

APA SAJA YANG DISEMPURNAKAN?

Tatacara Penyusunan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, disesuaikan dengan UU 17/2003, UU 25/2004, UU 32/2004, dan UU 33/2004, Penatausahaan dan Perbendaharaan disesuaikan dengan UU 1/2004, Pengawasan Keuangan Daerah disesuaikan dengan UU 15/2004, Laporan Keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan PP 24/2005 ttg SAP
Salah satu pokok penyempurnaan yang menarik adalah aspek peertanggungjawaban pelaksanaan APBD dimana : Kepala SKPD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana serta menyiapkan laporan pelaksanaan anggaran dan barang yang dikelolanya, Pejabat pengelola Keuda menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, pembiayaan dan perhitungannya serta menyusun laporan keuangan Pemda. Laporan keuangan terdiri dari laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan BUMD, Seluruh laporan keuangan disiapkan dalam rancangan peraturan daerah tentang laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Bahwa pemerintah daerah sampai pada level Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sudah sejalan dengan konsep good governance yaitu suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif.

Akankan perubahan ini membawa Negara ini menuju kemakmuran dengan kendaraan “Good Governance” ?

Rabu, 10 Februari 2010

OBLIGASI DAERAH (MUNICIPAL BOND)


PENDAHULUAN
            Pada prinsipnya pengelolaan keuangan daerah dalam hal pengalokasian belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Menurut konsep multi-term expenditure framework (MTEF), bahwa kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan pemerintah daerah (budget capability) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka panjang. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatakan aset tetap pemerintah daerah, seperti peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yaitu: (1) membangun sendiri; (2) menukarkan dengan aset tetap lain, dan (3) membeli. Kebanyakan dalam kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau membeli.
            Menjadi persoalan saat ini adalah terbatasnya sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah yang hanya mengandalkan PAD dan Trasnfer dari Pemerintah Pusat (DAU, DAK dan DBH). Dapat dipastikan Pemerintah daerah akan mencari berbagai alternatif pembiayaan guna mendanai pembangunan yang di wujudkan dalam belanja modalnya.
            Secara umum ada 3 (tiga) jenis pinjaman daerah, yaitu pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka menengah, dan pinjaman jangka panjang. Khusus untuk jenis pinjaman jangka panjang, Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman kepada masyarakat dengan cara menerbitkan Obligasi Daerah (Municipal Bond) melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri. Melalui Obligasi Daerah, Pemerintah Daerah juga dimungkinkan untuk mendapatkan pinjaman dari investor asing, mengingat pinjaman langsung dari luar negeri yang bukan melalui Obligasi Daerah tidak diperkenankan bagi Pemerintah Daerah.



OBLIGASI DAERAH
Obligasi daerah adalah surat utang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendapatkan dana guna membiayai pembangunan di daerah yang bersangkutan. Menurut PP No 54 Tahun 2005 tentang pinjaman daerah menyatakan bahwa obligasi adalah efek yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal domestic dan digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Obligasi daerah atau municipal bond sudah sejak lama di kenal di Amerika Serikat banya para investor di sana yang melakukan investasi pada obligasi ini. Obligasi daerah mempunyai umur yang bervariasi tergantung dari perencanaan keuangan daerah tersebut. Masalah yang muncul adalah bahwa masa jabatan Kepala Daerah mungkin saja telah berakhir namun obligasi yang diterbitkan belum jatuh tempo, maka perlu diatur kembali dalam suatu perda bahwa Kepala Daerah yang dalam masa jabatannya menerbitkan obligasi daerah harus turut bertanggungjawab sampai obligasi tersebut jatuh tempo. Altenatif lain adalah dengan membuat periodesasi obligasi daerah tidak melebihi 4 tahun atau kurang dari masa jabatan Kepala Daerah, akan tetapi dalam kasus ini perencanaan keuangan daerah harus jelas dan teliti dengan meningkatkan kederdayaan unit perencanaan pembangunan (Bappeda) dan unit kerja lainnya. SKPD pengelola obligasi daerah harus mempunyai kualifikasi yang memadai dengan menugaskan pegawai yang menangani obligasi daerah untuk mengikuti pelatihan dan sertifikasi secara berkala.

DASAR HUKUM
*       UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
*       UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
*       UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
*       UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
*       PP No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;
*       PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
*       PMK. No. 45/PMK.02/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit APBD dan Pinjaman Daeah;
*       PMK Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, Dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah;
*       Paket Peraturan Ketua Bapepam-LK terkait dengan Penawaran Umum Obligasi Daerah. ( KEP-63/BL/2007, KEP-64/BL/2007, KEP-65/BL/2007, KEP-66/BL/2007, KEP-67/BL/2007 dan KEP-68/BL/2007).
PRINSIP UMUM
*       Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat dilakukan di pasar modal domestik dan dalam mata uang Rupiah;
*       Obligasi Daerah merupakan efek yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dan tidak dijamin oleh Pemerintah;
*       Pemerintah Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah hanya untuk membiayai kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi urusan Pemerintah Daerah. Dengan ketentuan tersebut, maka Obligasi Daerah yang diterbitkan Pemerintah Daerah hanya jenis Obligasi Pendapatan (Revenue Bond);
*       Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai Obligasi Daerah pada saat diterbitkan. Dengan ketentuan ini maka Pemerintah Daerah dilarang menerbitkan Obligasi Daerah dengan jenis index bond yaitu Obligasi Daerah yang nilai jatuh temponya dinilai dengan index tertentu dari nilai nominal.
PROSEDUR PENERBITAN
*       Perencanaan penerbitan Obligasi Daerah oleh Pemda;
*       Pengajuan usulan rencana penerbitan Obligasi Daerah dari Pemda kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan;
*       Penilaian dan persetujuan oleh Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan;
*       Pengajuan penyataan pendaftaran penawaran umum Obligasi Daerah oleh Pemda kepada Bapepam-LK;
*       Penerbitan Obligasi Daerah di pasar modal domestik.
PERENCANAAN OBLIGASI DAERAH OLEH PEMERINTAH DAERAH
*       Kepala Daerah melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditunjuk melakukan persiapan penerbitan Obligasi Daerah yang sekurang-kurangya meliputi hal-hal sebagai berikut :
*       menentukan kegiatan;
*       membuat kerangka acuan kegiatan;
*       menyiapkan studi kelayakan yang dibuat oleh pihak yang independen dan kompeten;
*       memantau batas kumulatif pinjaman serta posisi kumulatif pinjaman daerahnya;
*       membuat proyeksi keuangan dan perhitungan kemampuan pembayaran kembali Obligasi Daerah;
*       mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada DPRD;
*       Persetujuan prinsip DPRD meliputi:
*       Nilai bersih maksimal Obligasi Daerah;
*       Jumlah dan nilai nominal Obligasi yang akan diterbitkan;
*       Penggunaan dana; dan
*       Pembayaran pokok, kupon dan biaya lainnya yang timbul sebagai akibat penerbitan obligasi.
 PERSYARATAN PENERBITAN OBLIGASI DAERAH
*       Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan;
*       Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 54 dan Pasal 55 UU Nomor 33 Tahun 2004 mengenai persyaratan pinjaman serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
*       Setiap Obligasi Daerah sekurang-kurangnya mencantumkan:
*       Nilai nominal;
*       Tanggal jatuh tempo;
*       Tanggal pembayaran bunga;
*       Tingkat bunga (kupon);
*       Frekuensi pembayaran bunga;
*       Cara perhitungan pembayaran bunga;
*       Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo;
*       Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan;
*       Penerbitan Obligasi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
*       Persetujuan diberikan atas nilai bersih maksimal Obligasi daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD.
MEKANISME PENGAJUAN USULAN
*       Kepala Daerah menyampaikan usulan penerbitan Obligasi Daerah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilengkapi dokumen sbb:
*       Studi kelayakan kegiatan;
*       Kerangka acuan kegiatan;
*       Perda APBD tahun yang bersangkutan dan Perda Perhitungan APBD 3 (tiga) tahun terakhir;
*       Perhitungan DSCR; dan
*       Surat persetujuan prinsip DPRD;
*       Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian administrasi tersebut di atas, dan melakukan penilaian keuangan meliputi:
*       kemampuan keuangan Pemerintah Daerah
*       jumlah kumulatif Pinjaman Pemerintah Daerah; dan
*       jumlah defisit APBD;
*       Penilaian keuangan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dinyatakan lengkap;
*       Berdasarkan hasil penilaian tersebut, Menteri Keuangan memberikan persetujuan/penolakan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dengan memperhatikan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri;
*       Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan, Kepala Daerah menyampaikan pernyataan pendaftaran penawaran umum kepada Bapepam-LK.
PENGELOLAAN OBLIGASI DAERAH
*       Pengelolaan Obligasi Daerah diselenggarakan oleh Kepala Daerah;
*       Pengelolaan Obligasi Daerah sekurang-kurangnya meliputi:
*       Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah termasuk kebijakan pengendalian risiko;
*       Perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah;
*       Penerbitan Obligasi daerah;
*       Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang;
*       Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo;
*       Pelunasan pada saat jatuh tempo; dan
*       Pertanggungjawaban.
PENATAUSAHAAN & PENGGUNAAN DANA OBLIGASI DAERAH
*       Dana hasil penjualan Obligasi Daerah ditempatkan pada rekening tersendiri yang ditatausahakan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD);
*       Dana hasil penjualan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang telah direncanakan yang merupakan kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat;
*       Penerimaan dari investasi sektor publik diprioritaskan untuk membayar pokok, bunga, dan denda Obligasi Daerah.
PEMBAYARAN KEMBALI OBLIGASI DAERAH
*       Pemerintah daerah wajib membayar bunga dan pokok setiap Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo;
*       Dana untuk membayar bunga dan pokok disediakan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut;
*       Dalam hal pembayaran bunga dimaksud melebihi perkiraan dana, Kepala Daerah melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada DPRD dalam pembahasan Perubahan APBD.
PERTANGGUNGJAWABAN
Dua hal yang perlu dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Daerah berkaitan dengan penerbitan Obligasi Daerah, yaitu:
*       Pertanggungjawaban atas pengelolaan Obligasi Daerah;
*       Pertanggungjawaban dana hasil penerbitan Obligasi Daerah.
PUBLIKASI INFORMASI
Kepala Daerah wajib mempublikasikan secara berkala mengenai data Obligasi Daerah dan/atau informasi lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.
PELAPORAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk wajib menyampaikan laporan penerbitan, penggunaan dana dan pembayaran kupon dan/atau pokok Obligasi Daerah setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas:
*       Penerbitan Obligasi Daerah;
*       Penggunaan dana Obligasi Daerah;
*       Kinerja pelaksanaan kegiatan; dan
*       Realisasi pembayaran kupon dan/atau Pokok Obligasi Daerah.
Hasil pemantauan dan evaluasi tersebut dilaporkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Menteri Keuangan dan dapat merekomendasikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk menghentikan penerbitan Obligasi Daerah.
SANKSI
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan laporan penerbitan, penggunaan dana dan pembayaran Kupon dan/atau Pokok Obligasi Daerah, Menteri Keuangan dapat menunda penyaluran dana perimbangan.