Beberapa hal yang melatarbelakangi perubahan sistem pengelolaan keuangan Negara antara lain : (1) Amandemen keempat UUD NKRI 1945 (2) UU 23/2003 tentang Pemilihan Presiden (3) UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (4) Reformasi pengelolaan Keuangan Negara : UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU 15/2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, (5) UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, (6) UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (7) PP 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Perubahan yang cukup revolusionir bagi pemerintah daerah terdapat pada pasal 6 ayat (1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan ayat (2) kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1): huruf c. diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan;. Dengan demikian Kepala Daerah mempunyai otoritas penuh terhadap APBD dalam hal menyusun dan merencanakan, membahas, menetapkan, melaksanakan serta mempertanggungjawabkan.
Tujuan dan desain utama pengelolaan keuangan daerah : Mempertajam esensi sistem penyelenggaraan pemerintahan Daerah dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, Memperjelas distribusi kewenangan (distribution of authority) dan memperjelas derajat pertanggungjawaban (clarity of responsibility) pada level penyelenggaraan pemerintahan Daerah di bidang pengelolaan keuangan daerah.
Spirit Utama Penyempurnaan : Peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah, Memperjelas distribution of authority dan level of responsibility antar tingkat pemerintahan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan keuangan daerah, Adanya pergeseran dari sentralistik ke desentralistik dalam pengelolaan keuda (adanya pelimpahan kekuasaan sebagian atau seluruhnya dari pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah kepada pejabat pengelola keuangan daerah dan pengguna anggaran), Mempertimbangkan kapasitas SDM, infrastruktur, dan pengembangan teknologi.
APA SAJA YANG DISEMPURNAKAN?
Tatacara Penyusunan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, disesuaikan dengan UU 17/2003, UU 25/2004, UU 32/2004, dan UU 33/2004, Penatausahaan dan Perbendaharaan disesuaikan dengan UU 1/2004, Pengawasan Keuangan Daerah disesuaikan dengan UU 15/2004, Laporan Keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan PP 24/2005 ttg SAP
Salah satu pokok penyempurnaan yang menarik adalah aspek peertanggungjawaban pelaksanaan APBD dimana : Kepala SKPD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana serta menyiapkan laporan pelaksanaan anggaran dan barang yang dikelolanya, Pejabat pengelola Keuda menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, pembiayaan dan perhitungannya serta menyusun laporan keuangan Pemda. Laporan keuangan terdiri dari laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan BUMD, Seluruh laporan keuangan disiapkan dalam rancangan peraturan daerah tentang laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Bahwa pemerintah daerah sampai pada level Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sudah sejalan dengan konsep good governance yaitu suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif.
Akankan perubahan ini membawa Negara ini menuju kemakmuran dengan kendaraan “Good Governance” ?
Avatar
Jumat, 19 Februari 2010
Rabu, 10 Februari 2010
OBLIGASI DAERAH (MUNICIPAL BOND)
PENDAHULUAN
Pada prinsipnya pengelolaan keuangan daerah dalam hal pengalokasian belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Menurut konsep multi-term expenditure framework (MTEF), bahwa kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan pemerintah daerah (budget capability) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka panjang. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatakan aset tetap pemerintah daerah, seperti peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yaitu: (1) membangun sendiri; (2) menukarkan dengan aset tetap lain, dan (3) membeli. Kebanyakan dalam kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau membeli.
Menjadi persoalan saat ini adalah terbatasnya sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah yang hanya mengandalkan PAD dan Trasnfer dari Pemerintah Pusat (DAU, DAK dan DBH). Dapat dipastikan Pemerintah daerah akan mencari berbagai alternatif pembiayaan guna mendanai pembangunan yang di wujudkan dalam belanja modalnya.
Secara umum ada 3 (tiga) jenis pinjaman daerah, yaitu pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka menengah, dan pinjaman jangka panjang. Khusus untuk jenis pinjaman jangka panjang, Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman kepada masyarakat dengan cara menerbitkan Obligasi Daerah (Municipal Bond) melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri. Melalui Obligasi Daerah, Pemerintah Daerah juga dimungkinkan untuk mendapatkan pinjaman dari investor asing, mengingat pinjaman langsung dari luar negeri yang bukan melalui Obligasi Daerah tidak diperkenankan bagi Pemerintah Daerah.
OBLIGASI DAERAH
Obligasi daerah adalah surat utang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendapatkan dana guna membiayai pembangunan di daerah yang bersangkutan. Menurut PP No 54 Tahun 2005 tentang pinjaman daerah menyatakan bahwa obligasi adalah efek yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal domestic dan digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Obligasi daerah atau municipal bond sudah sejak lama di kenal di Amerika Serikat banya para investor di sana yang melakukan investasi pada obligasi ini. Obligasi daerah mempunyai umur yang bervariasi tergantung dari perencanaan keuangan daerah tersebut. Masalah yang muncul adalah bahwa masa jabatan Kepala Daerah mungkin saja telah berakhir namun obligasi yang diterbitkan belum jatuh tempo, maka perlu diatur kembali dalam suatu perda bahwa Kepala Daerah yang dalam masa jabatannya menerbitkan obligasi daerah harus turut bertanggungjawab sampai obligasi tersebut jatuh tempo. Altenatif lain adalah dengan membuat periodesasi obligasi daerah tidak melebihi 4 tahun atau kurang dari masa jabatan Kepala Daerah, akan tetapi dalam kasus ini perencanaan keuangan daerah harus jelas dan teliti dengan meningkatkan kederdayaan unit perencanaan pembangunan (Bappeda) dan unit kerja lainnya. SKPD pengelola obligasi daerah harus mempunyai kualifikasi yang memadai dengan menugaskan pegawai yang menangani obligasi daerah untuk mengikuti pelatihan dan sertifikasi secara berkala.
DASAR HUKUM









PRINSIP UMUM




PROSEDUR PENERBITAN





PERENCANAAN OBLIGASI DAERAH OLEH PEMERINTAH DAERAH












PERSYARATAN PENERBITAN OBLIGASI DAERAH













MEKANISME PENGAJUAN USULAN













PENGELOLAAN OBLIGASI DAERAH









PENATAUSAHAAN & PENGGUNAAN DANA OBLIGASI DAERAH



PEMBAYARAN KEMBALI OBLIGASI DAERAH



PERTANGGUNGJAWABAN
Dua hal yang perlu dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Daerah berkaitan dengan penerbitan Obligasi Daerah, yaitu:


PUBLIKASI INFORMASI
Kepala Daerah wajib mempublikasikan secara berkala mengenai data Obligasi Daerah dan/atau informasi lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.
PELAPORAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk wajib menyampaikan laporan penerbitan, penggunaan dana dan pembayaran kupon dan/atau pokok Obligasi Daerah setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas:




Hasil pemantauan dan evaluasi tersebut dilaporkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Menteri Keuangan dan dapat merekomendasikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk menghentikan penerbitan Obligasi Daerah.
SANKSI
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan laporan penerbitan, penggunaan dana dan pembayaran Kupon dan/atau Pokok Obligasi Daerah, Menteri Keuangan dapat menunda penyaluran dana perimbangan.
Langganan:
Postingan (Atom)